Rabu, 23 Mei 2012

Kearifan Tumpang Tindih Lahan


Geliat eksploitasi sumber kekayaan alam di Kalimantan Timur kian marak. Era kayu dan minyak yang dulunya sempat mengalami kejayaan, saat ini mulai beralih pada tambang lainnya, yakni batubara dan perkebunan kelapa sawit.   

Dalam perjalanan press tour dari lokasi field Total di Handil, Kutai Kartanegara menuju UBEP Sangasanga dan lapangan Vico di Muara Badak. Nampak semarak geliat kegiatan perusahaan tambang batubara menggunakan alat berat mengeruk mineral dari perut bumi. Tentunya hal yang utama dilakukan pihak penambang adalah pembabatan hutan dan tanaman yang berada diatas permukaan tanah. Sehingga yang nampak, sebagian hutan mulai gundul dan debu betebaran ditengah hutan.

Lubang-lubang menjadi danau terhampar dimana-mana. Kerusakan alam yang terjadi kemungkinan tak sebanding dengan nilai ekonomi yang didapat. Apalagi jika harus melihat kedepannya, dampak dari rusaknya ekosistem alam yang terjadi dari penambangan ini, tanpa tanggung jawab dan komitmen tinggi tak mudah untuk dilakukan rehabilitasi.


Namun yang tak kalah menariknya, ternyata lahan yang dugunakan dalam mengeksplorasi batubara tersebut, terkadang tumpang tindih (overlapping)  dengan jalur pipa perusahaan migas yang awalnya telah beroperasi  jauh lebih lama dari dari hadirnya  pertambangan tersebut.

Puluhan perusahaan batubara yang kini masuk kewilayah Kutai Kartanegara kiranya saat ini mulai menjadi salah satu kendala yang menjadi perhatian serius bagi KKKS yang beroperasi di Kalimantan Timur. Belum lagi ditambah perkebunan Sawit dan penambang illegal yang juga kian marak.

Polemik muncul dengan argumentasi semua pihak,   dengan kekuatan dasar hukum yang dimiliki masing-masing perusahaan batubara dan perkebuann sawit mengklaim jika aktivitasnya legal lantaran adanya izin dari pemerintah. Tak salah jika penataan regulasi dan pengawasan lahan harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan mereka yang menggunakan lahan dalam menjalankan usahanya.

Diungkapkan bagian Community&External Relation Vico, Supriyanto, selain pencurian , penyerobotan lahan overlapping (tumpang tindih lahan) dengan perusahaan batubara dan perkebunan kelapa sawit menjadi bagian  gangguan keamanan operasional KKKS  yang kini kerap kali terjadi tak terkecuali bagi Vico sendiri.

Sangat dikhawatirkan terangnya, jika pipa-pipa migas yang berbahaya  tersebut mengalami patah atau bocor akibat aktifitas penambangan, selain berbahaya bagi orang sekitar juga berdampak ada lingkungan.

“Sangat berbahaya sekali jika pipa-pipa migas  tersebut patah atau bocor, dampaknya akan membahayakan manusia dan lingkungan sekitar” paparnya.

Selain itu, kerugian akibat kecerobohan manusia ini (human error)  akan menjadi beban negara melalui cost recovery kemudian harinya.   Pengawasaan dan control yang kurang maksimal dari instansi terkait hingga saat ini masih dirasa minim. Langkah tersebut tentunya  untuk mencegah hal-hal tidak diinginkan terjadi, terkait overlapping lahan yang begitu masif saat ini. 

Diakui oleh Operation Officer BPMIGAS Kalimantan&Sulawesi Damar Setyawan, berkaitan dengan overlapping yang terjadi, masih menjadi pekerjaan rumah bagi BPMIGAS.  Walaupun ada yang beberapa sengketa sudah selesai, namun dengan maraknya penambangan batubara yang bermunculan tentunya masalah overlapping semakin terbuka lebar. Tapi pihaknya tetap melakukan kordinasi agar semua pihak tidak saling dirugikan dalam menjalankan usahanya dilapangan.
 
Tumpang tindih pemanfaatan lahan untuk usaha bersama ini perlu disikapi secara bijak. Kita ambil positifnya saja, negara dan pemerintah daerah saat ini membutuhkan pemasukan untuk menggerakan perekonomian nasional begitu pula bagi masyarakat.  Era minyak sudah mulai sadar akan berkurang, sumber daya alam lain kiranya menjadi alternativ untuk dimanfaatkan.  

 Namun jangan sampai tumpang tindih lahan (overlapping) menjadi konflik berkepanjangan dan membuat stagnan perusahaan beroperasi, yang berujung pada kerugian semua pihak. Kearifan bersama melihat fenomena yang kian marak ini harus mulai dibangun. Pemerintah harus sadar, bahwa perusahaan migas (KKKS), tambang dan perkebunan harus bisa beriringan menjalankan aktivitasnya. Pengawasan dan penegakakan hukum harus dilakukan agar rambu-rambu dalam berusaha tidak saling dilanggar.   

Pemerintah jangan terlena dan malas melakukan kordinasi, namun tetap mengharapkan upeti (bagi hasil ) besar dari industri migas dan royalti dari batubara, tapi enggan memberikan rasa aman dan nyaman bagi semua pihak dalam beroperasi demi menggerakan roda ekonomi rakyat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar