Minggu, 20 Mei 2012

Tergoda “Nyonya Tua” Blok Mahakam


Lapangan Migas Blok Mahakam

Blok Mahakam yang saat ini hangat diperbincangkan ibarat wanita  yang tetap seksi di usia senjanya. Menarik dan menggairahkan untuk tetap dilirik dan dinikmati setiap apa yang di hasilkan dari pesona wanita tua ini. Namun wanita yang berubah menjadi nyonya tua tersebut, bukan malah kehilangan pesonanya. Daya pikat diusia senjanya malah mengundang berbagai mata untuk berebut menjamah tubuh dan merasakan aliran surga rupiah yang ditawarkannya.

Meskipun telah beranjak menua, kandungan gas di Offshore Mahakain masih menjanjikan. Cadangan gas di sana mencapai 12,2 TCF (trilyun kaki kubik). Nilai gas Mahakam setelah dikurangi biaya investasi penambangan dan return 12% ditaksir masih ada sekitar US$ 2,6 milyar atau sekitar Rp 23,5 trilyun.


Anologi tersebut tak berlebihan kiranya, untuk menggambarkan Blok Mahakam yang telah diperas isinya puluhan tahun lebih, guna mengeluarkan limpahan rupiah untuk membangun negeri ini dan tentunya juga mensejahterahkan Total E&P Indonesie  perusahaan asing yang masih bertahan hingga 2017.

Sumber gas di muara Sungai Mahakam,Kalimantan Timur, itu masih sangat dicintai Total E&P Indonesie sang penggarap. Perusahaan migas asal Prancis,saking negebetnya dengan blok Mahakam Total, yang telah 50 tahun bercokol (hingga 2017) disana, masih  ingin memperpanjang kebersamaannya dengan lapangan gas di lepas pantai tersebut.


Kawasan  601 hektar  Blok Mahakam 213,3 hektar atau 35,5 persen di antaranya berada di wilayah Kutai Kartanegara.  Sisanya  388 hektar atau 64,5 persen  merupakan  wilayah provinsi. Nah di kawasan inilah terdapat tujuh sumur, masing-masing  Tambora, Sisi, Peciko, Nubi, Bekapai, Handil dan Tunu. Belum lagi  dua sumur gas  West Stupa dan East Mandu yang akan nyembur 2012 ini.  Konon tujuh sumur terdahulu dan dua sumur gas yang akan produksi 2012 tadi  merupakan pundi pundi duit terbesar bagi, Total Indonesie dan Inpex sejak tahun 1970.

Blok Mahakam, yang berlokasi di lepas pantai Kalimantan Timur, mulai dieksplorasi tahun 1967 oleh Inpex Corporation Jepang, tetapi tidak menghasilkan sumber minyak ataupun gas.Inpex lalu menggandeng Total E&P pada 1970 untuk melanjutkan eksplorasi. Tahun 1972 blok itu mulai produktif dengan ditemukannya lapangan minyak Berkapai, Handil, dan Tambora di delta Sungai Mahakam. Kedua korporasi tersebut sama-sama memiliki saham 50 %, tanpa ada secuil pun pemerintah memilikinya.

Blok Mahakam menjadi incaran karena memasok sekitar 35 persen produksi gas nasional. Blok Mahakam diperkirakan masih memiliki sebanyak 11,7 persen cadangan gas nasional, atau 12,7 triliun kaki kubik (TCF). Sehingga masih menggiurkan bagi perusahaan migas manapun untuk bercokol mengelolanya.

Perusahaan migas asal "negeri fashion" itu mengelola Blok Mahakam sejak 1967. Kontrak pertama habis pada 1997 dan diperpanjang selama 20 tahun hingga 2017. Belum selesai kontrak itu, Total kembali mengajukan perpanjangan untuk 20 tahun selanjutnya atau hingga 2037. Permohonan perpanjangan ini telah dikantongi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).


Berdasarkan kontrak periode kedua (1997-2017), Total Indonesie akan menjadi kontraktor migas dengan masa kerja 50 tahun. Apabila perpanjangan kontrak periode ketiga disetujui pemerintah, ia akan menjadi operator Offshore Mahakam selama 70 tahun.



Namun, mengetahui deposit migas yang terkandung didalamnya sangat menjanjikan secara ekonomis, berbagai pihak tak ingin melepas kesempatan setelah putus kontrak Total dan pemerintah Indonesia berakhir pada 2017 mendatang. Pertamina, Pemprov Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupten Kutai Kartanegara, seolah tak ingin hanya Total yang menikmati gurihnya migas yang akan menghasilkan rupiah, jika memiliki prosentase saham didalam pengelolaannya.

Rebutan participating interest (PI) di lapangan minyak dan gas bumi (migas) Mahakam, antara dua daerah di Kalimantan Timur, pemerintah provinsi dan kabupaten Kutai kartanegara konon sudah mulai ada titik temu. Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kertanegara (Kukar) yang mengharapkan mendapatkan 75% dari PI 10% tersebut sepakat untuk tenggang rasa dengan pemerintah diatasnya.

Bahkan untuk melanggengkan keinginan tersebut,  Rita Widyasari,  Bupati Kukar dengan percaya dirinya, pihaknya telah menyiapkan dana dari APBD dan  Pemkab Kukar pun sudah menunjuk Perusda Tunggang Parangan untuk mengelola hak partisipasi tersebut.   DPRD Kukar juga sudah merestui keterlibatan Kabupaten Kukar untuk mengelola blok Mahakam dengan menerbitkan Peraturan Daerah No.7 tahun 2011.

Keputusan pembagian PI itu disepakati setelah digelar rapat antara Bupati Kukar, Rita Widyasari bersama Gubernur Kaltim, H. Awang Faroek Ishak dan pejabat terkait lainnya.

“Alhamdulillah, kukar kebagian jatah 60 persen untuk blok Mahakam”, ujar Rita.

Senada dengan Rita, saat bertema GE, Gubernur Kalimantan Timur, H. Awang Faroek Ishak mengatakan  Pemprov Kaltim sudah sepakat dengan Pemkab Kukar untuk saling berbagi  hak partisipasi sebesar 60% untuk Kukar dan 40% pemprov Kalimantan Timur. Demi mewujudkan rencana ini,  Pemprov Kaltim pun sudah menyiapkan (Perusda migas) PT Migas Mandiri Pratama (MMP) joint venture dengan PT. Yudhistira Bumi Energy untuk mengelola hak partisipasi di blok itu.

“Kita sudah sepakat untuk berbagi dengan Kukar 60% Kukar 40% untuk pemprov Kaltim, prosentase itu wajar karena Blok Mahakam berada diwilayahnya”tegas Awang.

Pemprov Kaltim saat ini masih menunggu sinyal dari Pemerintah Pusat tekait izin perpanjangan pengelolaan Blok Mahakam. Siapa yang akan mengelola blok tesebut selepas 2017 apakah masih ditangan Total E&P Indonesie (TEPI) atau Pertamina. Jika izin sudah turun, maka Pemprov yang telah menggandeng PT Yudhistira atas persetujuan DPRD Kaltim bisa ikut mengelola sumur migas tersebut.

Seolah tak ingin melepaskan lahan “emas hitam” yang telah dinikmatinya selama 50 tahun tersebut, Total merasa adalah pihak yang paling paham dan mengerti soal pengelolaan migas dilepas pantai.

Meski baru akan berakhir pada 2017 mendatang, Total E&P Indonesie  saat ini juga tengah mengajukan perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Mahakam,di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur selama 25 tahun ke depan. jika pusat menyetujui, maka Total akan mengoperasikan pengelolaan blok Mahakam hingga 2042 nanti.

“Kami sudah mengajukan permintaan perpanjangan kontrak kerja sama dengan pemerintah Indonesia.Kami yang paling paham dalam mengelola Blok Mahakam, jadi kami optimis akan diperpanjang,” kata Public Affairs and Corporate Communication Total E&P Indonesie Leo Tobing dalam sebuah kesempatan.


Leo mengaku optimistis pemerintah Indonesia akan memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam untuk yang kedua kalinya. Pasalnya Total Indonesia kini mempunyai kemampuan teknologi, sumber daya manusia (SDM), serta pengalaman selama 30 tahun mengelola Blok Mahakam.



Dalam situasi ini, Leo memahami bila sejumlah perusahaan minyak gas serta pemerintah daerah setempat berlomba dalam memperebutkan pengelolaan Blok Mahakam. Karenanya, pihaknya menyerahkan keputusan tersebut pada kewenangan pemerintah Indonesia. 



“Kami hanya operator jadi terserah pemerintah memutuskan hal ini. Terserah pembagiannya antara provinsi, kabupaten, dan pemerintah pusat,” ujarnya. 



Total E&P Indonesie memiliki sekira 1.100 sumur minyak gas yang hampir setengahnya atau sebanyak 660 mampu berproduksi. Hingga kini, perusahaan minyak gas ini mampu memproduksi sebanyak 2.300 MMSCFD gas dari Blok Delta Mahakam. Gas produksinya di lebih dominant diimpor ke Jepang, Korea Selatan dan Taiwan.


Meski akan berakhir pada 2017, Total E&P Indonesia akan segera eksploitasi ladang South Mahakam yang diproyeksikan mampu berproduksi gas sebesar 250 MMSCFD pada 2013 mendatang. Produksi perusahaan minyak gas akan melonjak jadi 2.550 MMSCFD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar