Senin, 21 Mei 2012

Balada Materialman Crew Rig


Hidup ditengah laut, jauh dari sanak famili menjadi bagian keseharian para pekerja off shore. Kejenuhan dengan rutinitas kerja menjadi kebosanan yang menjadi kenikmatan membeku. Semua bermuara menjadi kekuatan tersendiri, bahwa menghidupi anak-istri pernik-pernik sebagai pekerja off shore yang hidup diatas Rig harus dijalani.

Rig yang terdiri dari rangkaian besi-besi yang dirangkai menjadi tempat tinggal, beraktivitas, istirahat dan semua kegiatan layaknya didarat adalah sarana bagi pekerja Off Shore bernaung. Dari pekerja drilling, kichen, marine, materia man hingga manager Rig tinggal dalam area sekitar seluas lapangan sepak bola.

Maswan Sainudin (31), menempuh 6 jam perjalanan dari pelabuhan jety (pelabuhan speed boat) ke Rig tempatnya bekerja. Letak anjungan Rig yang berada mendekati selat Makasar tersebut, sudah 3 tahun ia menjadi pekerja off shore sebagai material man di PT. Supracao kontraktor Perusahaan Migas Chevron yang berpusat di Amerika.


Sebagai materialman tugasnya menyiapkan keperluan drilling, dari besi yang namanya casing, chubing hingga bahan chemical yang dibutuhkan untuk mengeluarkan miyak mentah dari lapisan dasara laut yang akan dibor.Tugasnya memang tidak seberat para pekerja drilling, dimana pada posisi ini petugas drilling lebih banyak menggunakan tenaga. Sehingga tak jarang resiko patah tangan-kaki, terjepit atau putus jari menjadi kecelakaan akibat kesalahan human error ataupun ketidak tepatan menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Rig.

Namun ancaman yang sangat di takutkan adalah blow out. Rig yang beratnya puluhan ribu ton seketika bisa ambruk ataupun roboh lantaran tekanan gas yang menyembur dari dasar laut akibat kesalahan atau tidak terdeteksinya gas liar pada saat pengeboran minyak. Dilakukan.
Bagi pria yang telah memiliki 3 anak ini, segala takdir sudah ada yang mengatur. Baginya segala aturan yang menjadi kebjakan selama Rig dipatuhi oleh seluruh pekerja, Insya Allah semua berjalan normal.

Walaupun hidup ditengah laut, Rig juga dilengkapi dengan berbagai sarana hiburan, dari TV, Playstation dan alat gym. Jika rindu keluarga sarana komunikasi HP menjadi alat yang sangat membantu.

“Sekarang jaman sudah canggih, komunikasi bisa kita lakukan kalau kangen keluarga”ujar Maswan.

Kehidupan di Rig tak jauh beda dengan perkampungan di darat. Untuk satu anjungan Rig ditempatnya bekerja terdapat 126 orang, Semuanya hampir berkenis kelamin pria. Jarang ada crew wanita yang tinggal di Rig. Namun kehidupannya cukup ramii. Biasanya pekerja di Rig dibagi dalam 2 sift, pagi dan malam dengan waktu kerja 12 jam.

Sedangkan jawdal on dan offnya berbeda bagi crew Rig, tergantung devisi kerjanya masing-masing. Menurut Maswan, sebagai materialman yang hanya ada 3 orang, rolling kerjanya 2 minggu-1 minggu ( 2 minggu kerja seminggunya off didarat).Bahkan untuk crew drilling mencapai sebulan kerja sebulan off.

Walau lama dilaut, untuk urusan biologis, seluruh crew Rig harus mampu mencari pelampiasan positif, baik dengan olah raga dengan fasilitas yang ada atau hiburan lain bersama rekan kerja.

“Banyak cara untuk urusan yang satu itu (hubungan biologis), kita lebih arahkan pada kegiatan olah raga. Aturan di rig juga sangat ketat, membawa sajam, obat-obatan terlarang sangat dilarang apalagi kalau harus pakai bawa-bawa wanita ke Rig, tidak mungkin”tegasnya.



Sebagai lulusan Fisipol, Universitas Mulawarman angkatan 2005, bidang kerjanya memang jauh dari disiplin ilmu yang ditekuni. Namun tuntutan kehidupan harus ia jalani sebagai materialman crew Rig yang jauh dari hiruk pikuk politik yang pernah dilakoninya saat ber mahasiswa dulu. Idealismenya hanya tercurah untuk keluarga, bahwa selama 2 minggu meninggalkan keluarga adalah bentuk tanggung jawab pada mahligai bersama istri tercintanya, Yuniarti yang telah memberinya 3 buah hati. 

3 komentar:

  1. Halal , Rezeki yang di kirim ke rumah untuk anak istri , jauh lebih penting dari yang lain

    BalasHapus
  2. Mantap pak, pengen juga jadi material man

    BalasHapus