Rabu, 23 Mei 2012

Yang Tua Yang Berjaya


Saat ini kebutuhan negara akan energi minyak dan gas semakin meningkat. Produksi minyak Indonesia diharapkan pemerintah dapat mencapai 1 juta barrel perhari, namun industri migas hanya mampu mencapai dibawah angka tersebut. Kisaranya hanya 930 ribuan barel perhari. Sedangkan kebutuhan bahan bakar  untuk dalam negeri  saja mencapai 1,3 juta barel perharinya. Tentunya, mau tak mau Indonesia harus mengimpor dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.

Karenanya, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas diharapkan pemerintah untuk terus menggenjot produktivitasnya  ditengah resource yang kian menipis dan sumur-sumur minyak yang kian menua.


Langkah “membangunkan” sumur tua untuk berproduksi lagi bukan hal yang mustahil, walaupun sebagian pihak berpendapat ongkosnya dikatakan cukup mahal. Namun dengan kemanjuan teknologi dan ilmu pengetahuan terkait migas, sumur minyak tua memungkinkan untuk dirangsang kembali agar berproduksi  mengeluarkan minyak, tentunya harus pula memiliki  nilai kelayakan ekonomis. 

Salah satunya adalah PT. Pertamina EP UBEP Sangasanga,di Kutai Karatanegara Kalimantan Timur, yang merupakan unit Bisnis Pertamina EP. Pengolahan lapangan di Sangasanga diawali oleh Nederlandsch Indische Insdustrie en Handle Maatchaappji (NILHM) pada 1897-1905. selanjuutnya pengolahan beralih ke Batavia Petroleum Maatschappij (BPM) pada 1905-1942. Walau sempat lama BPM mengolah namaun pada 1942-1945 Jepang sempat mengelola lapangan ini.

Pasca kemerdekaan 1945-1972 lapangan dikelola kembali oleh Pertamina lalu dilanjutkan oleh Tesoro Indonesia Petroleum pada 1972-1992.Pada 1992-2008 Medco Energy Indonesia pernah juga mencicipi manisnya mengelola minyak di bumi etam ini. Akhirnya pada 15 Oktober 2009, Pertamina UBEP Sangasanga mencoba mengambil alih sumur tua tersebut untuk digenjot produksinya semaksimal mungkin, guna menambah produksi minyak Indonesia.

Sampai saat ini pula  beberapa sumur UBEP Sangasanga masih menggunakan alat yang bisa dikatakan jadul untuk merangsang keluarnya minyak dari perut bumi. Alat yang disebut Pumping Unit Califoris (PUC) masih mejadi kebanggaan lapangan ini untuk mengucurkan derasnya minyak dari lapangan yang masih dikayakan cukup ekonomis untuk di ekplorasi beberapa tahun lagi kedepan.

Kini sebagian besar PUC sudah mulai digantikan alat yang lebih modern. Namun hadirnya PUC yang awalnya pumping ini beroperasi di sumur anggana 97, mampu berproduksi 560 barrel perharinya. PUC menjadi bagian sejarah geliat ekonomi di Sangasanga dan sekitanrnya yang  tak bisa dilupakan.
  
Guna memberikan penghargaan pada alat PUC, alat yang awalnya berada di Anggana dipindahkan ke komplek perumahan 1010 field Sangasanga. Perakitan alat yang memakan waktu 6 bulan lamanya, pada Jumat 5 Agustus 2011 Pumping Unit Claiforis diresmikan oleh presiden direktur Pertamina EP, Syamsul Alam sebagai monument Pumping Unit.   

Saat ini, walau tak sebesar produksi KKKS lainnya di Kalimantan Timur, pasca alih kelola ke PT Pertamina EP, produksi field Sangasanga selalu terjadi tren peningkatan yang signifikan. Pada 2008, produksi minyak hanya 4300 barrel per hari (bph), setelah alih kelola, Pertamina EP berhasil meningkatkan produksi menjadi 5.300 bph. Bahkan pada September 2011 ini, lapangan tua peninggalan Belanda ini mencapai 8220 bph.

Sumur minyak UBEP Sangasanga sudah dapat dikatakan tua, namun dengan keyakinan dan kerja keras, produksinya masih memberi nilai ekonomis untuk perekonomian negara. Tak salah jika UBEP Sangasanga mengklaim sebagai Yang Tua Yang Berjaya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar