Jumat, 25 Mei 2012

Duka Melanda Balikpapan



Duka Melanda Balikpapan, bencana menerpa kota ini lagi. Hujan deras sejak subuh hingga menjelang siang membuat naiknya debet air di Kota Balikpapan.Persis seperti beberapa tahun lalu. Namun hujan kali ini lebih deras dan lama,membuat kawasan yang langganan banjir, seperti Jl. MT Haryono (dam) dan Jl. A. yani tergenang air.

Ironi memang, pembangunan Balikpapan yang kian pesat memberi dampak lingkungan berkepanjangan. Kamis 25 Mei 2012, bencana banjir dan longsor menjadi catatan hitam bagi Balikpapan. Sebanyak 6 korban dari kedua bencana tersebut merengut nyawa warga kota ini.


Hujan dan bencana memang tak dapat diprediksi, walaupun ramalan cuaca memberi sinyal, namun tak pasti tepat memberi predeksi kutukan dari langit tersebut. Yang sebenarnya dapat diketahui oleh pemangku kebijakan kota ini, daerah rawan bencana alam telah dimiliki. Beberapa tim relawan tanggap bencana juga telah telah dibentuk, dilatih dan dipersiapkan untuk menghadapi bencana tersebut.

Namun ketika bencana itu datang, ternyata segala strategi pemerintah tak dapat melawan kehendak alam yang datangnya tak pernah diundang. Walaupun semua tim relawan selalu menyatakan sigap, tanggap dan cekatan bila kapanpun bencana datang, ternyata masih ada saja nyawa melayang sia-sia tak tertolong.

Masyarakat didaerah rawan bencana harusnya sudah diberi peringatan, pelatihan dan pedoman terhadap bencana yang datang, baik banjir, tanah longsor dan kebakaran. Sehingg mereka secara swakarsa dapat melakuakn pertolongan dini  terhadap pribadi dan masyarakat sekitar. Tampa harus menunggu berlama-lama petugas datang, mereka mampu melakukan evakuasi secara mandiri.

Memprihatinkan jika mendengar warga tak mampu berlaku apa-apa ketika bajir telah menggenangkan daerah tempat tinggalnya. Menunggu berjam-jam evakuasi hingga harus menjadikan atap rumah sebagai tempat penantian.

Apalagi untuk menggerakkan tim evakuasi pemerintah, pejabat harus melakukan rapat terlebih dahulu untuk memberikan instruksi dan mencari solusi. Namun disisi lain, warga sudah banyak yang kelelahan menyelamatkan harta, sanak saudara dan dirinya sendiri.

Jika bencana seperti ini kerap terulang kembali dan pola penanggulangan tak berbeda, apa yang perlu diharap dari kerja pemerintah yang lelet dan tak taktis. Masyarakat harus mulai dibiasakan untuk mandiri, tentunya perlu pembinaan dan arahan dari pihak terkait. Sarana pertolongan harusnya mampu disiapkan hingga tingkat kelurahan bahkan mungkin RT. Sehingga untuk menyelamatakan diri saat tiba bencana datang, semua tak perlu panik. Kordinasi sudah dibangun, ketrampilan telah dibekali dan peralatan keselamatan masyarakatpun telah menguasai.

Bila ini bisa dipenuhi oleh pemerintah,yakinlah, minimalisasi kepanikan dapat teratasi, korban nyawa tak harus terjadi dan setiap masyarakat mampu melakukan apa yang harus dikerjakan jika bencana  akan tiba datang. Dan pemerintah tidak selalu lelet, teledor dan hanya mampu mengucapkan berduka cita tehadap bencana alam yang seharusnya tak perlu memakan korban. 

Ya, kali ini pemerintah kembali teledor jika tak ingin dikatakan abai atau tak bertanggung jawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar