Saat ini kebutuhan negara akan energi minyak dan gas
semakin meningkat. Produksi minyak Indonesia diharapkan pemerintah
dapat mencapai 1 juta barrel perhari, namun industri migas hanya mampu mencapai
dibawah angka tersebut. Kisaranya hanya 930 ribuan barel perhari. Sedangkan
kebutuhan bahan bakar untuk dalam
negeri saja mencapai 1,3 juta barel
perharinya. Tentunya, mau tak mau Indonesia harus mengimpor dari
negara lain untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.
Karenanya, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas diharapkan
pemerintah untuk terus menggenjot produktivitasnya ditengah resource
yang kian menipis dan sumur-sumur minyak yang kian menua.
Langkah “membangunkan” sumur tua untuk berproduksi lagi
bukan hal yang mustahil, walaupun sebagian pihak berpendapat ongkosnya
dikatakan cukup mahal. Namun dengan kemanjuan teknologi dan ilmu pengetahuan
terkait migas, sumur minyak tua memungkinkan untuk dirangsang kembali agar
berproduksi mengeluarkan minyak,
tentunya harus pula memiliki nilai
kelayakan ekonomis.
Salah satunya adalah PT. Pertamina EP UBEP Sangasanga,di Kutai
Karatanegara Kalimantan Timur, yang merupakan
unit Bisnis Pertamina EP. Pengolahan lapangan di Sangasanga diawali oleh
Nederlandsch Indische Insdustrie en Handle Maatchaappji (NILHM) pada 1897-1905.
selanjuutnya pengolahan beralih ke Batavia Petroleum Maatschappij (BPM) pada
1905-1942. Walau sempat lama BPM mengolah namaun pada 1942-1945 Jepang sempat
mengelola lapangan ini.
Pasca kemerdekaan 1945-1972 lapangan dikelola kembali oleh Pertamina
lalu dilanjutkan oleh Tesoro Indonesia Petroleum pada 1972-1992.Pada 1992-2008
Medco Energy Indonesia
pernah juga mencicipi manisnya mengelola minyak di bumi etam ini. Akhirnya pada
15 Oktober 2009, Pertamina UBEP Sangasanga mencoba mengambil alih sumur tua
tersebut untuk digenjot produksinya semaksimal mungkin, guna menambah produksi
minyak Indonesia .
Sampai saat ini pula beberapa sumur UBEP Sangasanga masih
menggunakan alat yang bisa dikatakan jadul untuk merangsang keluarnya minyak
dari perut bumi. Alat yang disebut Pumping
Unit Califoris (PUC) masih mejadi kebanggaan lapangan ini untuk mengucurkan
derasnya minyak dari lapangan yang masih dikayakan cukup ekonomis untuk di
ekplorasi beberapa tahun lagi kedepan.
Kini sebagian besar PUC sudah mulai digantikan alat yang
lebih modern. Namun hadirnya PUC yang awalnya pumping ini beroperasi di sumur
anggana 97, mampu berproduksi 560 barrel perharinya. PUC menjadi bagian sejarah
geliat ekonomi di Sangasanga dan sekitanrnya yang tak bisa dilupakan.
Guna memberikan penghargaan pada alat PUC, alat yang
awalnya berada di Anggana dipindahkan ke komplek perumahan 1010 field
Sangasanga. Perakitan alat yang memakan waktu 6 bulan lamanya, pada Jumat 5
Agustus 2011 Pumping Unit Claiforis
diresmikan oleh presiden direktur Pertamina EP, Syamsul Alam sebagai monument
Pumping Unit.
Saat ini, walau tak sebesar produksi KKKS lainnya di
Kalimantan Timur, pasca alih kelola ke PT Pertamina EP, produksi field
Sangasanga selalu terjadi tren peningkatan yang signifikan. Pada 2008, produksi
minyak hanya 4300 barrel per hari (bph), setelah alih kelola, Pertamina EP
berhasil meningkatkan produksi menjadi 5.300 bph. Bahkan pada September 2011
ini, lapangan tua peninggalan Belanda ini mencapai 8220 bph.
Sumur minyak UBEP Sangasanga sudah dapat dikatakan tua,
namun dengan keyakinan dan kerja keras, produksinya masih memberi nilai
ekonomis untuk perekonomian negara. Tak salah jika UBEP Sangasanga mengklaim
sebagai Yang Tua Yang Berjaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar