Duka Melanda Balikpapan, bencana menerpa kota ini lagi. Hujan deras sejak subuh hingga
menjelang siang membuat naiknya debet air di Kota Balikpapan.Persis seperti
beberapa tahun lalu. Namun hujan kali ini lebih deras dan lama,membuat kawasan
yang langganan banjir, seperti Jl. MT Haryono (dam) dan Jl. A. yani tergenang
air.
Ironi memang, pembangunan Balikpapan yang kian pesat memberi dampak
lingkungan berkepanjangan. Kamis 25 Mei 2012, bencana banjir dan longsor
menjadi catatan hitam bagi Balikpapan .
Sebanyak 6 korban dari kedua bencana tersebut merengut nyawa warga kota ini.
Hujan dan bencana memang tak dapat diprediksi, walaupun
ramalan cuaca memberi sinyal, namun tak pasti tepat memberi predeksi kutukan
dari langit tersebut. Yang sebenarnya dapat diketahui oleh pemangku kebijakan kota ini, daerah rawan
bencana alam telah dimiliki. Beberapa tim relawan tanggap bencana juga telah
telah dibentuk, dilatih dan dipersiapkan untuk menghadapi bencana tersebut.
Namun ketika bencana itu datang, ternyata segala strategi
pemerintah tak dapat melawan kehendak alam yang datangnya tak pernah diundang.
Walaupun semua tim relawan selalu menyatakan sigap, tanggap dan cekatan bila
kapanpun bencana datang, ternyata masih ada saja nyawa melayang sia-sia tak
tertolong.
Masyarakat didaerah rawan bencana harusnya sudah diberi
peringatan, pelatihan dan pedoman terhadap bencana yang datang, baik banjir,
tanah longsor dan kebakaran. Sehingg mereka secara swakarsa dapat melakuakn
pertolongan dini terhadap pribadi dan
masyarakat sekitar. Tampa
harus menunggu berlama-lama petugas datang, mereka mampu melakukan evakuasi
secara mandiri.
Memprihatinkan jika mendengar warga tak mampu berlaku
apa-apa ketika bajir telah menggenangkan daerah tempat tinggalnya. Menunggu
berjam-jam evakuasi hingga harus menjadikan atap rumah sebagai tempat
penantian.
Apalagi untuk menggerakkan tim evakuasi pemerintah, pejabat
harus melakukan rapat terlebih dahulu untuk memberikan instruksi dan mencari
solusi. Namun disisi lain, warga sudah banyak yang kelelahan menyelamatkan
harta, sanak saudara dan dirinya sendiri.
Jika bencana seperti ini kerap terulang kembali dan pola
penanggulangan tak berbeda, apa yang perlu diharap dari kerja pemerintah yang
lelet dan tak taktis. Masyarakat harus mulai dibiasakan untuk mandiri, tentunya
perlu pembinaan dan arahan dari pihak terkait. Sarana pertolongan harusnya
mampu disiapkan hingga tingkat kelurahan bahkan mungkin RT. Sehingga untuk menyelamatakan
diri saat tiba bencana datang, semua tak perlu panik. Kordinasi sudah dibangun,
ketrampilan telah dibekali dan peralatan keselamatan masyarakatpun telah
menguasai.
Bila ini bisa dipenuhi oleh pemerintah,yakinlah,
minimalisasi kepanikan dapat teratasi, korban nyawa tak harus terjadi dan
setiap masyarakat mampu melakukan apa yang harus dikerjakan jika bencana akan tiba datang. Dan pemerintah tidak selalu
lelet, teledor dan hanya mampu mengucapkan berduka cita tehadap bencana alam yang
seharusnya tak perlu memakan korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar