Geliat
eksploitasi sumber kekayaan alam di Kalimantan Timur kian marak. Era kayu dan
minyak yang dulunya sempat mengalami kejayaan, saat ini mulai beralih pada
tambang lainnya, yakni batubara dan perkebunan kelapa sawit.
Dalam
perjalanan press tour dari lokasi field Total di Handil, Kutai Kartanegara
menuju UBEP Sangasanga dan lapangan Vico di Muara Badak. Nampak semarak geliat
kegiatan perusahaan tambang batubara menggunakan alat berat mengeruk mineral
dari perut bumi. Tentunya hal yang utama dilakukan pihak penambang adalah
pembabatan hutan dan tanaman yang berada diatas permukaan tanah. Sehingga yang
nampak, sebagian hutan mulai gundul dan debu betebaran ditengah hutan.
Lubang-lubang
menjadi danau terhampar dimana-mana. Kerusakan alam yang terjadi kemungkinan
tak sebanding dengan nilai ekonomi yang didapat. Apalagi jika harus melihat
kedepannya, dampak dari rusaknya ekosistem alam yang terjadi dari penambangan
ini, tanpa tanggung jawab dan komitmen tinggi tak mudah untuk dilakukan
rehabilitasi.
Namun
yang tak kalah menariknya, ternyata lahan yang dugunakan dalam mengeksplorasi
batubara tersebut, terkadang tumpang tindih (overlapping) dengan jalur
pipa perusahaan migas yang awalnya telah beroperasi jauh lebih lama dari dari hadirnya pertambangan tersebut.
Puluhan
perusahaan batubara yang kini masuk kewilayah Kutai Kartanegara kiranya saat
ini mulai menjadi salah satu kendala yang menjadi perhatian serius bagi KKKS
yang beroperasi di Kalimantan Timur. Belum lagi ditambah perkebunan Sawit dan
penambang illegal yang juga kian marak.
Polemik
muncul dengan argumentasi semua pihak,
dengan kekuatan dasar hukum yang dimiliki masing-masing perusahaan
batubara dan perkebuann sawit mengklaim jika aktivitasnya legal lantaran adanya
izin dari pemerintah. Tak salah jika penataan regulasi dan pengawasan lahan
harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan mereka yang menggunakan
lahan dalam menjalankan usahanya.
Diungkapkan
bagian Community&External Relation Vico, Supriyanto, selain pencurian ,
penyerobotan lahan overlapping (tumpang
tindih lahan) dengan perusahaan batubara dan perkebunan kelapa sawit menjadi
bagian gangguan keamanan operasional
KKKS yang kini kerap kali terjadi tak
terkecuali bagi Vico sendiri.
Sangat
dikhawatirkan terangnya, jika pipa-pipa migas yang berbahaya tersebut mengalami patah atau bocor akibat
aktifitas penambangan, selain berbahaya bagi orang sekitar juga berdampak ada
lingkungan.
“Sangat
berbahaya sekali jika pipa-pipa migas
tersebut patah atau bocor, dampaknya akan membahayakan manusia dan
lingkungan sekitar” paparnya.
Selain
itu, kerugian akibat kecerobohan manusia ini (human error) akan menjadi
beban negara melalui cost recovery
kemudian harinya. Pengawasaan dan
control yang kurang maksimal dari instansi terkait hingga saat ini masih dirasa
minim. Langkah tersebut tentunya untuk
mencegah hal-hal tidak diinginkan terjadi, terkait overlapping lahan yang begitu masif saat ini.
Diakui
oleh Operation Officer BPMIGAS Kalimantan&Sulawesi
Damar Setyawan, berkaitan dengan overlapping
yang terjadi, masih menjadi pekerjaan rumah bagi BPMIGAS. Walaupun ada yang beberapa sengketa sudah
selesai, namun dengan maraknya penambangan batubara yang bermunculan tentunya
masalah overlapping semakin terbuka
lebar. Tapi pihaknya tetap melakukan kordinasi agar semua pihak tidak saling
dirugikan dalam menjalankan usahanya dilapangan.
Tumpang
tindih pemanfaatan lahan untuk usaha bersama ini perlu disikapi secara bijak. Kita
ambil positifnya saja, negara dan pemerintah daerah saat ini membutuhkan
pemasukan untuk menggerakan perekonomian nasional begitu pula bagi
masyarakat. Era minyak sudah mulai sadar
akan berkurang, sumber daya alam lain kiranya menjadi alternativ untuk
dimanfaatkan.
Namun jangan sampai tumpang tindih lahan (overlapping) menjadi konflik
berkepanjangan dan membuat stagnan perusahaan beroperasi, yang berujung pada
kerugian semua pihak. Kearifan bersama melihat fenomena yang kian marak ini
harus mulai dibangun. Pemerintah harus sadar, bahwa perusahaan migas (KKKS),
tambang dan perkebunan harus bisa beriringan menjalankan aktivitasnya.
Pengawasan dan penegakakan hukum harus dilakukan agar rambu-rambu dalam
berusaha tidak saling dilanggar.
Pemerintah jangan terlena dan malas melakukan
kordinasi, namun tetap mengharapkan upeti (bagi hasil ) besar dari industri migas dan
royalti dari batubara, tapi enggan memberikan rasa aman dan nyaman bagi semua
pihak dalam beroperasi demi menggerakan roda ekonomi rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar