Hidup ditengah
laut, jauh dari sanak famili menjadi bagian keseharian para pekerja off shore.
Kejenuhan dengan rutinitas kerja menjadi kebosanan yang menjadi kenikmatan
membeku. Semua bermuara menjadi kekuatan tersendiri, bahwa menghidupi
anak-istri pernik-pernik sebagai pekerja off shore yang hidup diatas Rig harus
dijalani.
Rig yang
terdiri dari rangkaian besi-besi yang dirangkai menjadi tempat tinggal, beraktivitas,
istirahat dan semua kegiatan layaknya didarat adalah sarana bagi pekerja Off
Shore bernaung. Dari pekerja drilling,
kichen, marine, materia man
hingga manager Rig tinggal dalam area
sekitar seluas lapangan sepak bola.
Maswan Sainudin
(31), menempuh 6 jam perjalanan dari pelabuhan jety (pelabuhan speed boat) ke
Rig tempatnya bekerja. Letak anjungan Rig yang berada mendekati selat Makasar
tersebut, sudah 3 tahun ia menjadi pekerja off shore sebagai material man di
PT. Supracao kontraktor Perusahaan Migas Chevron yang berpusat di Amerika.
Sebagai materialman tugasnya menyiapkan
keperluan drilling, dari besi yang namanya casing,
chubing hingga bahan chemical yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan miyak mentah dari lapisan dasara laut yang akan dibor.Tugasnya memang
tidak seberat para pekerja drilling, dimana pada posisi ini petugas drilling
lebih banyak menggunakan tenaga. Sehingga tak jarang resiko patah tangan-kaki,
terjepit atau putus jari menjadi kecelakaan akibat kesalahan human error
ataupun ketidak tepatan menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Rig.
Namun ancaman
yang sangat di takutkan adalah blow out.
Rig yang beratnya puluhan ribu ton seketika bisa ambruk ataupun roboh lantaran
tekanan gas yang menyembur dari dasar laut akibat kesalahan atau tidak
terdeteksinya gas liar pada saat pengeboran minyak. Dilakukan.
Bagi pria yang
telah memiliki 3 anak ini, segala takdir sudah ada yang mengatur. Baginya
segala aturan yang menjadi kebjakan selama Rig dipatuhi oleh seluruh pekerja,
Insya Allah semua berjalan normal.
Walaupun hidup
ditengah laut, Rig juga dilengkapi dengan berbagai sarana hiburan, dari TV,
Playstation dan alat gym. Jika rindu keluarga sarana komunikasi HP menjadi alat
yang sangat membantu.
“Sekarang jaman
sudah canggih, komunikasi bisa kita lakukan kalau kangen keluarga”ujar Maswan.
Kehidupan di
Rig tak jauh beda dengan perkampungan di darat. Untuk satu anjungan Rig
ditempatnya bekerja terdapat 126 orang, Semuanya hampir berkenis kelamin pria.
Jarang ada crew wanita yang tinggal di Rig. Namun kehidupannya cukup ramii.
Biasanya pekerja di Rig dibagi dalam 2 sift, pagi dan malam dengan waktu kerja
12 jam.
Sedangkan
jawdal on dan offnya berbeda bagi crew Rig, tergantung devisi kerjanya
masing-masing. Menurut Maswan, sebagai materialman
yang hanya ada 3 orang, rolling kerjanya 2 minggu-1 minggu ( 2 minggu kerja
seminggunya off didarat).Bahkan untuk crew drilling mencapai sebulan kerja
sebulan off.
Walau lama
dilaut, untuk urusan biologis, seluruh crew Rig harus mampu mencari pelampiasan
positif, baik dengan olah raga dengan fasilitas yang ada atau hiburan lain
bersama rekan kerja.
“Banyak cara
untuk urusan yang satu itu (hubungan biologis), kita lebih arahkan pada
kegiatan olah raga. Aturan di rig juga sangat ketat, membawa sajam, obat-obatan
terlarang sangat dilarang apalagi kalau harus pakai bawa-bawa wanita ke Rig,
tidak mungkin”tegasnya.
Sebagai lulusan Fisipol, Universitas Mulawarman angkatan 2005, bidang
kerjanya memang jauh dari disiplin ilmu yang ditekuni. Namun tuntutan kehidupan
harus ia jalani sebagai materialman
crew Rig yang jauh dari hiruk pikuk politik yang pernah dilakoninya saat ber
mahasiswa dulu. Idealismenya hanya tercurah untuk keluarga, bahwa selama 2
minggu meninggalkan keluarga adalah bentuk tanggung jawab pada mahligai bersama
istri tercintanya, Yuniarti yang telah memberinya 3 buah hati.
Hebat....
BalasHapusHalal , Rezeki yang di kirim ke rumah untuk anak istri , jauh lebih penting dari yang lain
BalasHapusMantap pak, pengen juga jadi material man
BalasHapus