Kesederhanaan dari sosok pejabat ini yang sangat lekat
kuperhatikan, selain rambutnya yang nyentrik=bukan nyender ditiang listrik,
lantaran gondrong dan membuatnya jauh dari kesan seoarang pejabat.
Awal aku bertemu saat dia menjadi nara
sumber dalam petemuan dengan wartawan pemerhati energi migas di Jakarta pada 2010 lalu.
Dia saat itu masih menjadi seorang guru besar di ITB. Namun beberap bulan
kemudian ia diangkat menjadi wakil menteri energi sumber daya dan mineral
(ESDM).
Ya, ia adalah Widjajono Partowidagdo yang kini bukan sekedar
seorang dosen atau guu besar, ia adalah pejabat Negara. Namun keseharian dalam kesederhanaan
sebagai pejabat Negara tak pernah ia tanggalkan. Sebagai wakil menteri ternyata
tidak mampu melepaskan jati dirinya dari seorang pria lugas dan bersahaja.
Kebersahajaan dan kegigihan mempertahankan penampilan
eksetriknya mungkin tak lepas dari masa muda dan hobynya yang selalu
bersentuhan dengan alam. Mendaki gunung menjadi hoby yang sulit ia tanggalkan
hingga kini. Sehingga untuk mematrikan sejumlah gunung yang ia pernah daki, ia
“pahatkan” pada nama putrinya “Kristal” Amalia = Kerici, Rinjani, Semeru, Tujuh
dan Latimojong.
Pertemuan kami kedua dengannya dalam acara garapan aliansi Jurnalis
Independen Balikpapan di hotel grand Tiga Mustika Balikpapan . Gaya bicara dan kelugasannya belum juga hilang.
Diungkapkannya, pendapatan yang diterima
setelah menjadi menteri lebih berkurang ketimbang ia menjadi guru besar dan
menjadi narasumber diberbagai seminar serta jabatan lainnya.
Pilihan hidup sebagai wamen ia ambil lantaran keinginannya
ingin segera merealisasikan segala gagasan yang kerap ia ucapkan dan berbagai
buah buku yang ia terbitkan. Namun menjadi menteri membuatnya tak gesit untuk
bertindak dan leluasa untuk berkata. Semua diatur dalam keprotokalan yang tak
pernah ia temukan dalam keseharian. Kekuasaan mungkin membuatnya terkungkung,
namun ia belum menyerah dan terus berupaya mendobrak.
Yang menarik pula dalam sebuah acara talkshow Indonesia
lawyer club di TV one, Wamen nampak sedikit emosi merespon tanggapan peserta.
Namun emosi berbalut argumentasi kecerdasaan ternyata adalah sebuah bukti
komitmen ide yang ingin direalisasikan, ia butuh penegasan melalui olah kata.
Bahkan konon dalam sebuah acara dengar pendapat dengan DPR RI
dan kementrian ESDM, Wamen satu ini pernah ditegur lantaran hoby memotret dia
aktualisasikan didalam pertemuan tersebut. Sejumlah anggota DPR RI , ia
jeprat-jepret dalam momentum kenegaraan. Sebuah lakon yang unik dari tokoh yang
nyentrik.
Dalam acara di Balikpapan ,
Wamen juga tak canggung mengeluarkan kamera digital poket dari tasnya untuk
memotret orang-orang yang ia kehendaki. Bahkan uniknya, Wamen sendiri terkadang
mengajak orang-orang disekitarnya untuk berbarengan dipoto bersamanya.
Berbalut kemeja biru yang warnanya telah memudar dan celana
panjang berwarna crem yang jauh dari kata baru dan sangat sederhana, aku
abadikan kebersamaanku dengan Wamen. Ini ternyata adalah momentum terakhirku
bertemu dengannya. Sebulan setelah momentum itu. Dalam pendakian gunung, Wamen
menghembuskan nafas terakhir. Alam tak ingin berpisah dari pria sederhana itu.
Kesederhanaanmu adalah kejujuran yang alam butuhkan,
bersinergi dalam kesejukan gunung, bukit dan hutan. Mungkin Alam ingin
menjauhkanmu dari kekuasaan yang penuh kedustaan. Karena alam tak pernah dusta
bagi seisinya, hanya insan jujur yang layak melebur dengannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar