Selasa, 12 Juni 2012

Cercaan Menjadi Kekuatan


Banyak yang tak paham kemampuan diri kita, sehingga kitalah yang harus membuka tabir bahwa kemampuan kita sebenarnya tiada batas. Cap bodoh, dungu, tak bisa, tidak mampu, bukan orang sukses adalah sayatan-sayatan yang harusnya mampu membuka tabir kemampuan kita tersebut. Cercaan dan hinaan itu harusnya menjadi motivasi bagi kita untuk membuktikan, bahwa kita adalah pribadi luar biasa dengan kemampuan tiada tara.

Kadang kita membutuhkan hinaan tersebut untuk menyadarkan kemampuan kita yang tak pernah kita eksplorasi dan eksploitasi mahadasyatnya. Potensi itu kita biarkan mengendap, tumbul dan gersang di padang kemalasan. Cercaan itu harusnya menjadi kekuatan pembuktian kalau setiap manusia sebenarnya di takdirkan bukan dalam kondisi bodoh, kita hanya kurang kerja keras dalam memompa kekuatan diri kita. Ini adalah kisah mereka yang mapu menjadikan cercaan dan hinaan sebagai motivasi yang membawa pada kesuskesan dan kebergunaan hidupnya bagi orang lain.

Masatoshi Koshiba lahir di kota Toyohashi, Jepang, pada tanggal 19 September 1926. Waktu remaja Koshiba bercita-cita untuk bergabung dengan sekolah militer (mengikuti jejak ayahnya), atau menjadi seorang musisi (ia senang mendengarkan musik klasik dan membaca novel-novel bersejarah). Tetapi satu bulan sebelum ia mengikuti ujian masuk sekolah militer Koshiba terserang penyakit polio yang memaksanya untuk banyak berbaring dan beristirahat.

Masa-masa pemulihannya dilalui dengan membaca buku tentang ide-ide besar fisikawan terkenal, Albert Einstein, yang diberikan oleh gurunya. Tetapi keputusannya untuk mendalami fisika justru dipicu oleh kata-kata guru lain yang tidak sengaja didengarnya. Menurut guru itu, Koshiba tidak mungkin bisa mempelajari dan memahami fisika karena nilai-nilainya di mata pelajaran fisika dan matematika itu sangat buruk. Komentar ini menempatkan Koshiba pada kondisi kritis. Dalam kondisi kritis ini sel-sel dalam tubuhnya bereaksi, hatinya mulai panas dan motivasinya bangkit. Koshiba nekat  memilih jurusan fisika di Tokyo University. Ia mau membuktikan pada gurunya bahwa ia mampu menguasai fisika! 

Saat pertama kali ia mendaftar di Tokyo University, Koshiba ditolak. Apakah Koshiba menyerah? Tidak! Keinginan untuk melepaskan diri dari “penghinaan” sang guru membuatnya berusaha lebih keras lagi. Dan lihatlah…Usahanya yang pantang menyerah itu pun membuahkan hasil. Koshiba akhirnya diterima di Tokyo University yang merupakan universitas yang sangat bergengsi di Jepang. Kuliah di Tokyo University bukan tanpa tantangan.

Koshiba bukan orang kaya, ia harus mencari uang untuk biaya sekolahnya. Ia juga harus membantu orang tuanya. Apakah tantangan ini membuat Koshiba menyerah? Tidak! secara ajaib ia bisa mendapat pekerjaan dimana ia bisa belajar sambil bekerja. Banyak orang berpikir bahwa dengan kondisi belajar Koshiba seperti itu ia mustahil akan lulus, namun nyatanya Koshiba berhasil lulus (1951).

Koshiba kemudian mendaftarkan diri ke University of Rochester, Amerika Serikat, dengan berbekal surat rekomendasi dari dosennya di Tokyo University yang secara jujur menyatakan: His results are not good, but he’s not that stupid. Secara ajaib -lagi-lagi  ia bisa diterima di University of Rochester dan empat tahun kemudian Koshiba berhasil mendapatkan gelar Ph.D. Luar biasa! 

Tidak sampai disitu saja, secara ajaib juga pemerintah Jepang mendukung Koshiba untuk melakukan penelitian di bidang neutrino dengan membangun sebuah detektor Kamiokande yang sangat mahal. Melalui detektor ini Koshiba berhasil menemukan neutrino yang membawanya meraih hadiah Nobel Fisika 2002. Koshiba akhirnya bisa menunjukkan pada gurunya bahwa ia mampu belajar fisika! Luar biasa, kalau kita tetap pada sasaran, akan memberikan kita hasil-hasil yang luar biasa

Adam Khoo, Dia dicap sebagai orang yang malas, bodoh, agak terbelakang dan tidak ada harapan.Saat kelas 3 SD dia dikeluarkan dari sekolah, kemudian pindah ke sekolah yang lain. Ketika mau masuk SMP, dia ditolak 6 sekolah, dan akhirnya masuk sekolah yang terjelek. Disekolah yang banyak orang bodohnya tersebut, dia termasuk yang paling bodoh. Bahkan diantara 160 murid, dia menduduki peringkat 10 dari bawah.

Suatu ketika dia dikirim ke Super-teen program yang diajar oleh Ernest Wong, yang menggunakan Accelerated Learning Neuro Linguistic Programming (NLP) dan Whole Brain Learning. Anak itu ditunjukkan oleh Ernest Wong bahwa semua orang bisa menjadi genius dan menjadi pemimpin walaupun awalnya goblok sekalipun. Dikatakan oleh sang guru bahwa satu-satunya hal yang bisa menghalangi kita adalah keyakinan yang salah serta sikap yang negatif.
Kata-kata sang guru mempengaruhi anak itu. Dia akhirnya memiliki keyakinan bahwa kalau ada orang yang bisa mendapatkan nilai A, berarti dia juga bisa.
Untuk pertama kali dalam hidupnya dia berani menentukan targetnya, yaitu mendapatkan nilai A semua. Gol jangka pendeknya yaitu masuk ke SMA terbaik di negaranya, sedangkan tujuan jangka panjangnya masuk ke perguruan tinggi terbaik dan menjadi murid terbaik disana.

Singkat cerita, dalam waktu tiga bulan rata-rata nilainya naik menjadi 70. dalam satu tahun, dari rangking terbawah dia menjadi rangking 18. dan ketika lulus SMP dia menduduki rangking 1 dengan Nilai Ebtanas Murni A semua untuk 6 mata pelajaran yang diuji. Dia kemudian diterima di SMA terbaik sesuai targetnya. Tidak hanya itu, diapun diterima di perguruan tinggi yang diharapkannya. Dan karena di universitas tersebut setiap tahun dia menjadi juara, akhirnya dia dimasukkan ke NUS Talent Development Program. Program ini diberikan khusus kepada TOP 1% mahasiswa yang dianggap jenius. Dan pada umur 26 tahun dia mempunyai empat bisnis yang beromzet US$ 20 juta.
Siapakah dia yang terdapat dalam cerita diatas? Ternyata dia adalah orang Singapura bernama Adam Khoo.

Itulah urgensi/ pentingnya keyakinan. Mulai saat ini semoga kita termasuk orang-orang yang mempunyai keyakinan yang benar dan sikap yang positif dalam hidup.

THOMAS ALVA EDISON, penemu bola lampu dan seribu ciptaan lain, lahir pada 1847 di kota Milan, Ohio, Amerika Serikat. Pada masa kecilnya, Edison selalu mendapat nilai buruk di kelas. Dia belajar di sekelah formal cuma sebentar, bahkan konon cuma tiga bulan. Pada usia tujuh tahun, dia dikeluarkan dari sekolah karena para gurunya menganggap Edison terlalu dungu dan bodoh untuk belajar. Meski demikian, ibunya tetap mendukung dan membantu mengajarnya di rumah. Edison pun mulai suka membaca buku-buku ilmiah dan membuat percobaan-percobaan kecil.
Pada usia dua belas tahun, Edison terpaksa hidup dengan menjual koran, buah, dan gula-gula dalam garbong kereta api. Kemudian dia menjadi operator telegraf dan hidup berpindah dari satu kota ke kota yang lain. Edison juga sempat menjadi kepala mesin telegraf di New York. Dari hasil pekerjaannya ini, Edison berhasil menabung sebagian besar uangnya untuk membuat percobaan-percobaannnya. Cita-citanya sebagai seorang penemu besar telah mengilhaminya sejak dia masih kecil.
Pada 1864, Edison pindah ke Menlo Park, New Jersey, dan membangun sebuah laboratorium penyelidikan besar dengan sekelompok tim yang membantunya dalam bekerja. Laboratorium model ini kelak akan ditiru oleh banyak industri. Pada 1870, Edison berhasil menemukan mesin telegraf yang lebih baik. Pada 1877, dia juga berhasil menciptakan gramafon yang tetap digunakan oleh industri rekaman sampai sekarang meski telah mengalami berbagai perkembangan. Dia juga berhasil membuat proyektor untuk film serta melakukan berbagai penyempurnaan pada mesin ketik, mesin kopi, mesin dikte, baterai, serta masih banyak lagi temuannya yang lain.
Jumlah total dari penemuannya mencapai 1097 buah, sebuah hitungan yang fantastis, mencengangkan, dan hampir tidak masuk akal. Prestasi ini membuat Edison dikenal sebagai penemu terbesar di dunia dengan jumlah penemuan yang terbanyak. Akan tetapi. penemuannya yang terpenting adalah penemuan yang berhasil ditemukannya pada 1879, yaitu penemuan bola lampu. Konon sebelum berhasil menemukan bola lampu ini, dia sudah lebih mengalami kegagalan dalam seribu kali percobaannya. Tatkala tiada wartawan menanyainya mengapa ia begitu berkeras meskipun sudah mengalami seribu kali kegagalan, dengan enteng Edison menjawab,
“Saya tidak pernah gagal! Saya cuma menemukan 999 cara bagaimana lampu itu tidak bekerja, dan satu cara bagaimana lampu itu dapat bekerja.”
Kisah hidup, perjuangan, dan sifat optimisme Edison ini telah mengilhami jutaan orang Amerika yang menganggapnya sebagai seorang contoh dan panutan. Tidak hanya sebagai seorang ilmuan dan penemu, Edison juga terjun dalam bidang bisnis dengan mendirikan General Electronic Company, yang tetap bertahan sampai sekarang serta menjadi salah satu perusahaan terbesar di Amerika Serikat.
“Tidak ada pengganti bagi kerja keras.” Secerdas apapun seseorang, apa lagi bagi yang kurang cerdas, jika ingin berprestasi harus mengupayakannya dengan kerja keras, belajar keras. Dan, dia membuktikannya lewat keseluruhan hidupnya. Ini sesuai dengan ucapannya yang lebih terkenal lagi “Jenius adalah 1 persen inspirasi, dan 99 persen kerja keras.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar