Renungan ke 51 Tahun Pramuka
“Mati Segan Hidup Enggan”
Kepanduan yang lebih dikenal
Pramuka, sebagai organisasi kader dan pembinaan generasi muda yang telah
berusia 51 tahun ini, ternyata semakin jauh tertinggal, monoton dan kuno
dirasakan generasi sekarang. Pramuka tak mampu mencuri hati peminat bagi
pelajar dan pemuda Indonesia .
Namun jangan salahkan pula pelajar/generasi muda saat ini, jika tak jatuh hati
pada organisasi berlambang tunas kelapa ini.
Dari tahun ketahun Pramuka
tak mampu melepaskan diri dari kegiatan yang sudah selayaknya harus mengikuti
perkembangan jaman. Namun ketrampilan lawas dan terkesan monoton masih menjadi gaya dan kebanggaan
senior, pembina dan andalan. Para sepuh dan
andalan Pramuka ternyata tak mampu merangsang generasi penerusnya untuk mampu
menjadikan Pramuka tetap digemari dan menyesuaikan dengan keadaan kekinian.
Jika tidak dilakukan pembenahan, jangan salahkan jika Pramuka
hanya mejadi pelengkap pakaian setiap hari Sabtu, Pembina dan kepala sekolah
menjadi bagian Pramuka bukan lantaran kesadaran dan keiklasan, namun lebih pada
tuntutan dan keterpaksaan.
Gerakan pramuka yang
lahir pada 14 agustus 1961, dan di undang-undangkan pada 2010,(UU No12/2010), bertujuan
untuk membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader
bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia,
mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup.
Tujuan mulia
tersebut hendaknya perlu didukung dengan bukti nyata dan kerasnya kerja. Pembina harus mampu menciptakan
generasi-generasi handal melalui kegiatan yang diminati dan berorientasi pada peningkatan
SDM yang mampu berbicara dalam setiap momentum. Pramuka tidak canggung, gaptek
dan asing ditengah modernisasi jaman dengan permasalahannya. Pramuka mampu
berdaptasi dan gesit mencari peluang dan mengarungi tantangan.
Itu semua hanya mampu
dilakukan oleh Pramuka, jika semua pihak menyadari pentingnya organisasi tunas
kepala ini menjadi kebutuhan bukan pelengkap bagi generasi bangsa. Pramuka
dihadirkan bukan lantaran adanya UU no 12/2010 tengtang Pramuka. Namun Pramuka
terlahir dari jiwa-jiwa yang ingin peduli, iklas dan berbakti pada negeri.
Namun jiwa-jiwa
Pramuka itu kini terasa kian sepi, sunyi dan mati suri. Gudep, ambalan, ranting
dan cabang gerakan Pramuka sebagai basis tunas-tunas Pramuka seakan tak
terdengar gaungnya. Mereka seakan tak peduli, tak butuh dan abai terhadap
kepanduan yang merupakan ciri dari manusia Indonesia . Gerakan Pramuka semakin dijauhi lantaran
dirasa monoton dan jalan ditempat. Ia tak mampu berlari dan membentuk formasi
baru serta fresh.
Tanpa harus
meninggalkan ciri dari Pramuka yang bersifat kekeluargaan, kebersamaan
(gotong-royong) dan gembira menjalankan segala aktifitasnya, Pramuka harus
mulai berbenah diri. Pembina dan pengerus yang sepuh, sudah seharusnya
meyiapkan kader-kader untuk berkiprah di masyarakat. Bukan malah terbenam lama
dalam kepengurusan dan seolah tak mau beralih generasi. Cukuplah sesepuh Tut Wuri
Handayani, biarkan orang muda yang berada digaris terdepan untuk membangkitkan
gairah keja Pramuka Indonesia .
Sebagai orang
yang pernah menikmati kegembiraan ber Pramuka, dengan usia ke 51 ini, Pramuka
sudah harus bersinergi dengan organisasi lain. Mampu menjawab tantangan jaman
melalui kemajuan berpikir dan bertindak. Jangan biarkan Pramuka dalan jurangan
kemonotonan, jadul dan lawas.
Selamat hari
jadi Pramuka ke 51, tetaplah menjadi Praja Muda Kerana,(orang-orang muda yang
giat bekerja). Bangsa ini masih membutuhkan pemuda berjiwa Pramuka, bukan
pemuda berjiwa korup, tawuran dan hedon. Jika tunas Pramuka harus menjadi pioneer dan leader bangsa, tentunya harus disokong dengan program dan kegiatan
yang berorientasi peningktan SDM, bukan seremonial dan runtinitas. Pertanyaannya…apakah
Pramuka mampu?, jika hidup segan matipun enggan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar